GRAFFITI DI INDONESIA: SEBUAH POLITIK IDENTITAS ATAUKAH TREN? (Kajian Politik Identitas pada Bomber di Surabaya)

Authors

  • Obed Bima Wicandra Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra Surabaya

:

https://doi.org/10.9744/nirmana.8.2.pp.%2051-57

Keywords:

graffiti, lifestyle, trend, identity, Surabaya, Indonesia

Abstract

Graffiti is often seen as a way for young people to find their identities, or to merely show their existence. Because their actions are seen as destructive, they are also often confronted by the city's patrol units and even by the police. Their ”bomber” existence, that has become the youth subculture and viewed as deviance over the urban structure, are more and more accepted. Cynical views of them still exist however. In the 1980's, graffiti spread all over the city's walls, and often wrote about their gang's name or which school they are from. These were the things that spark violence between gangs. But today, graffiti seems to not only write about gang's names, but also present a more artistic look; not merely as tags. Then as lifestyles develop, with the support of mass media and foreign magazines and books that cover about graffiti and also the Internet, graffiti cannot be viewed anymore as a form of alternative politics, but only as a needed trend. Graffiti exists as their existence towards the signs of times that are represented by lifestyle trends. This is more strongly reflected than showing their identities that are full of difference ideology. Abstract in Bahasa Indonesia: Graffiti sering kali dipandang sebagai bentuk pencarian identitas anak muda atau untuk sekedar menunjukkan eksistensi mereka. Aksi mereka pun sering berhadapan dengan aparat kota (Satpol Pamong Praja) bahkan tidak jarang juga berhadapan dengan aparat kepolisian karena dipandang sebagai aksi yang merusak. Keberadaan bomber yang telah menjadi subkultur anak muda dipandang sebagai pemberontakan atas struktur urban semakin diterima. Meskipun di sisi lain pandangan yang sinis terhadap mereka tetap saja ada. Di era 1980-an, graffiti yang bertebaran di tembok-tembok kota sering menuliskan kelompok geng atau nama almamater sekolah. Hal-hal tersebut sering menjadi pemicu kekerasan antar kelompok, namun seiring perkembangan zaman, rupanya graffiti tidak sekedar menuliskan nama kelompok namun juga dikemas dengan cara yang lebih artistik dan tidak sekedar tagging belaka. Hingga kemudian seiring perkembangan gaya hidup yang ditopang oleh media massa maupun majalah dan buku-buku luar negeri yang membahas graffiti maupun dari internet, menjadikan graffiti tidak lagi dapat dipandang sebagai bentuk politik keberbedaan, namun hanya sekedar menjadi tuntutan tren saja. Graffiti hadir sebagai eksistensi mereka terhadap tanda zaman yang diwakili oleh tren gaya hidup dan hal ini lebih kuat tercermin daripada menunjukkan identitas mereka yang sarat ideologi keberbedaan. Kata kunci: graffiti, gaya hidup, tren, identitas, Surabaya, Indonesia.

Downloads

Published

2009-03-25

How to Cite

Wicandra, O. B. (2009). GRAFFITI DI INDONESIA: SEBUAH POLITIK IDENTITAS ATAUKAH TREN? (Kajian Politik Identitas pada Bomber di Surabaya). Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana, 8(2), pp. 51-57. https://doi.org/10.9744/nirmana.8.2.pp. 51-57

Issue

Section

Articles