Punakawan sebagai Subculture dalam Cerita Wayang Mahabaratha

Authors

  • Bing Bedjo Tanudjaja Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Humaniora dan Industri Kreatif, Universitas Kristen Petra

:

https://doi.org/10.9744/nirmana.22.1.52-68

Keywords:

Punakawan, subkultur, mitos, kekuasaan, pemberontakan

Abstract

Punakawan mempunyai perjalanan sejarah yang sangat panjang, sejak abad ke-12, hingga kini Punakawan yang tampil dengan ciri fisik wajah khas, bisa tampil sebagai tokoh dengan berbagai peran sesuai zamannya. Punakawan merupakan tokoh-tokoh ciptaan seniman Indonesia yang mampu merebut hati penonton seni pertunjukan di Indonesia mulai dari pertunjukan wayang kulit, wayang orang, hingga pertunjukan melalui layar kaca. Ketika Mahabharata yang merupakan sebuah epos para bangsawan dengan tatanan yang pasti masuk dan berkembang di Jawa, maka tatanan itu tidak sepenuhnya bisa diterima dan diciptakannya sebuah bentuk protes melalui wujud Punakawan. Melalui tahapan deskripsi praikonografis, analisis ikonografis, dan interpretasi ikonologis, serta menggunakan teori-teori pendukung yang lain dalam topik penelitian kajian budaya ini, maka dapat disimpulkan bahwa Punakawan sebagai subkultur merupakan strategi dari kaum tidak berdaya untuk mendefinisikan ketidak berdayaannya kepada penguasa., artinya, tradisi cerita yang diperankan Punakawan memberi ruang untuk kritik, untuk segala ketidakpatutan, dan untuk sikap-sikap egaliter, tapi ruang itu terpisah secara kategoris dari pusat wacana politik kekuasaan, dan merupakan bentuk ‘pemberontakan’ terhadap kemapanan idiom artistik dan ideologi estetik tertentu. Punakawan diproduksi sebagai mitos yang digunakan oleh dua belah pihak, yaitu penguasa dan rakyat yang ditafsirkan sesuai sosio kultur daerah masing-masing. Ketika dipakai oleh penguasa, mitos yang disampaikan akan sangat berbeda dengan ketika dipergunakan oleh rakyat.

References

Ajidarma, S. G. (2009) Punakawan dalam Komik. Jakarta: Majalah Intisari edisi Oktober 2009.

Barker, C. (2008). Cultural Studies, Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Barrett, T. (1994). Critcizing Art: Understanding the Contemporary, California: Mayfield Publishing Company.

Barthes, R. (2006). Mitologi, Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Bonneff, M. (1998). Komik Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Brunet, J. (1969). Attempt at a Historical Outline of the Shadow Theatre. Kuala Lumpur, 27-30 Agustus 1969.

Christianto R., Wisma N. (2003). Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit Gaya Jawa Timuran. Humaniora. 15, 312003.

Doran, J. E., & Hodson, F. R. (1975). Mathematics and Computers in Archaeology. Edinburgh: Edinburgh University Press.

Hazeu, G. A. J. (1985). Kawruh Asalipun Ringgit Sarta Gegepokanipun Kaliyan Agami Ing Jaman Kina. Jakarta: Balai Pustaka.

Herusatoto, B. (2008). Banyumas, Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak. Yogyakarta: LKiS.

Kuntowijoyo. (1987). Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Laufer, B. (1923). Oriental Theatricals. Chicago: Field Museum of Natural History.

M. Taib Osman (ed.). (1974). Traditional Drama and Music of Southeast. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mitchell, W. J. T. (1987). Iconology, Image, Text, Ideology, USA: The University of Chicago Press.

Panofsky, E. (1955). Meaning in the Visual Arts. Chicago: The University of Chicago Press.

Siegel, J. T. (1993). Solo in the New Order: Language and Hierarchy in an Indonesian City. USA: Princeton University Press.

Sudjana, T. D. (1987). Punakawan Wayang Kulit Cirebon. Majalah Warta Wayang ‘Gatra’ no. 13, 1987. Jakarta: Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Senawangi).

Walker, J. A. (2010). Desain, Sejarah, Budaya, Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra, diterjemahkan dari John A. Walker, Design History and History of Design, Pluto Press.

Yudoseputro, W. (1986). Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia. Bandung: Penerbit Angkasa.

Zoetmulder, P. J. (1983). Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Penerbit Djambatan.

_____________. (1972). Studies in Iconology, Humanistic Themes in the Art of the Renaissance. Colorado: Westview Press.

Website

Makna Warna dalam Wayang Yogyakarta. http://www.wayangpedia.com/makna-warna-dalam-wayang-yogyakarta.html

Wayang Jawa Timur. http://www.pdwi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=125:wayang-jawa-timur&catid=71:jenis-wayang-indonesia&Itemid=187, 31 January 2011.

Wayang Kulit Purwa Gaya Cirebon.

http://www.pdwi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=124:wayang-jawa-tengah&catid=71:jenis-wayang-indonesia&Itemid=187

Downloads

Published

2022-07-18

How to Cite

Tanudjaja, B. B. (2022). Punakawan sebagai Subculture dalam Cerita Wayang Mahabaratha. Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana, 22(1), 52-68. https://doi.org/10.9744/nirmana.22.1.52-68